Beranda Berita KEMENPPPA CANANGKAN DRPPA SEBAGAI STRATEGI TUNTASKAN ISU PEREMPUAN DAN ANAK

KEMENPPPA CANANGKAN DRPPA SEBAGAI STRATEGI TUNTASKAN ISU PEREMPUAN DAN ANAK

209
0

Jakarta (21/3) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan, saat ini masih terdapat kesenjangan dalam proses pembangunan serta penerimaan hasil pembangunan oleh perempuan dan anak. Padahal, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamanatkan untuk memberikan perlindungan bagi seluruh warga negaranya tanpa terkecuali.

“Artinya kita sebagai warga negara mempunyai hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kesempatan yang sama. Melihat realita yang terjadi mengenai masih adanya pekerjaan rumah terkait perempuan dan anak yang belum kita selesaikan, KemenPPPA bekerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah mencanangkan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA/KRPPA) yang mendapat dukungan penuh dari Kementerian Dalam Negeri. DRPPA/KRPPA adalah sebuah desa/kelurahan yang berperspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa, yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, berkelanjutan, sesuai dengan visi pembangunan Indonesia,” ujar Menteri PPPA dalam Dialog Interaktif ‘Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak” bersama beberapa pimpinan daerah perempuan, di Jakarta, Minggu (20/3).

Lebih lanjut, Menteri PPPA menuturkan, pencanangan DRPPA di berbagai daerah di Indonesia merupakan sebagai salah satu strategi dan bentuk komitmen pemerintah daerah dalam menyelesaikan lima isu prioritas Arahan Presiden Republik Indonesia kepada KemenPPPA, mulai dari kewirausahaan perempuan, pengasuhan, penurunan angka kekerasan dan pekerja anak, hingga pencegahan perkawinan anak.

“Pada 2022 KemenPPPA mengembangkan DRPPA di 33 provinsi, 71 kabupaten/kota, 132 desa, dan 66 kelurahan. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2021, yaitu 5 provinsi, 5 kabupaten/kota, dan 10 desa yang diwakili oleh daerah di Indonesia bagian barat, tengah, dan timur,” ungkap Menteri PPPA.

Melalui DRPPA, KemenPPPA juga melakukan pendekatan terhadap tokoh adat dan tokoh agama untuk menghilangkan diskriminasi, stigmatisasi, marginalisasi, dan stereotype terhadap perempuan yang diakibatkan oleh budaya patriarki yang mengakar selama berabad-abad. “Saya yakin dan percaya tidak ada istilah tidak mungkin dan tidak bisa, asalkan ada inovasi dan pendekatan yang kita lakukan dengan berbagai pihak seperti tokoh adat, dan tokoh agama, dunia usaha dan media serta anak anak yang ada di daerah masing-masing untuk mengikis tembok tebal patriarki karena selama ini masih kokoh berdiri, sepanjang itu perempuan dan anak tidak akan bisa berdaya,” tutur Menteri PPPA.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga KemenPPPA, Rini Handayani menjelaskan, terdapat sepuluh indikator dalam strategi DRPPA yang harus diselesaikan, termasuk isu prioritas Arahan Presiden Republik Indonesia. Beberapa indikator DRPPA adalah 1) pengorganisasian perempuan dan anak agar dapat memberikan peran dalam pembangunan desa/kelurahan; 2) penyusunan data terpilah; 3) peraturan desa dan kebijakan kelurahan yang ramah perempuan dan anak; 4) adanya pembiayaan dari keuangan desa dan pendayagunaan aset desa untuk mewujudkan DRPPA melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di desa; 5) keterwakilan perempuan di struktur desa/kelurahan, BPD dan Lembaga Adat Desa; 6) desa melakukan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender yang dibarengi dengan proses membangun kesadaran kritis perempuan; 7) semua anak mendapatkan pengasuhan yang baik berbasis hak anak; 8) tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak (KtPA) dan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO); 9) tidak ada pekerja anak; dan 10) tidak ada anak yang menikah di bawah usia 18 tahun (perkawinan usia anak).

“Kami melihat sudah banyak regulasi yang disusun oleh negara untuk melindungi perempuan dan anak, termasuk ratifikasi dari konvensi internasional. Namun banyak hal dari kondisi perempuan dan anak yang harus di selesaikan bersama, seperti masih banyak terjadi diskriminasi dan kekerasan. Oleh karena itu, salah satu upaya yang kami lakukan adalah bergerak di tingkat akar rumput atau di tingkat desa/kelurahan karena masyarakat yang ada di desa sejumlah 43 persen dan kelurahan sekitar 57 persen dari jumlah penduduk Indonesia,” ujar Rini.

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kesehatan Perempuan dan Anak Sri Rahayu mengatakan, 49,42 persen penduduk Indonesia adalah perempuan yang berpotensi untuk terlibat dalam proses pembangunan. “Selain itu, 30,1 persen penduduk Indonesia berusia anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa dan akan bertanggung jawab memajukan bangsa ke depan. Namun demikian, saat ini masih banyak perempuan yang belum berdaya. Tak hanya itu, masih terdapat kekerasan kepada perempuan dan anak, serta masih adanya anak yang belum mendapatkan perlindungan dan tumbuh kembang yang baik sebagaimana mestinya,” tutup Sri.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here